Bertahan Shalat Saat Gempa
Bencana tidak bisa diketahui lebih dahulu oleh manusia. Manusia "hanya" sekedar bisa memprediksi saja kemungkinan akan terjadinya bencana. Termasuk fenomena alam yang juga merupakan bukti kebesaran kekuasaan Allah Azza wa Jalla, yakni gempa bumi. Sebagai seorang muslim tentunya kita sudah terbiasa untuk melakukan ibadah fardhu kita yakni Sholat. Lantas, bagaimana jika terjadi gempa bumi ? apakah kita akan terus melakukan sholat tersebut atau lari mencari tempat yang aman ? Berikut saya tuliskan tentang kaidah bertahan shalat saat gempa.
Sebenarnya sudah terdapat kaidah umum yang disampaikan para ulama fiqh. Kaidah itu menyatakan,
ِ دَرْءُ اْلمَفَاسِدِ مُقَدِّمُ عَلَى جَلْبِ اْلمَصَالِح
"Menolak potensi bahaya lebih didahulukan dari pada mengambil kebaikan"
Dalam banyak referensi yang membahas qawaid fiqh. kaidah ini sering disebutkan. Bhawa menghindari mafsadah atau potensi bahaya, lebih didahulukan dari pada mengambil maslahat atau kebiakan.
Diantara dalil naqli yang mendukung kaidah ini adakah Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala,
"Janganlah kamu memaki tuhan-tuhan yang mereka sembah selain Allah, karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa ilmu" (QS. Al-An'Am : 108)
Terkait dengan ayat di atas, Syeikh Muhammad Shidqi al-Burnu menjelaskan makna kandungan ayat tersebut,
"Memaki tuhan orang kafir ada maslahatnya, yaitu merendahkan agama mereka dan tindakan kesyirikan mereka kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala, Namun ketika perbuatan ini menyebabkan potensi bahaya, yaitu mereka membalas makian. dengan menghina Allah, maka Allah melarang memaki tuhan mereka, sebagai bentuk untuk menghindari potensi bahaya". (Al Wajiz fi idhah Qawaid Fiqh, hlm : 265).
Karena pertimbangan inilah, pelaksanaan kewajiban yang sifatnya muwassa' (waktunya longgar) harus ditunda untuk melakukan kewajiban yang waktunya terbatas.
Sholat wajib termasuk wajib muwassa' (waktunya longgar). Sholat Isya' waktunya sejak hilangnya awan merah di ufuk barat hingga tengah malam. Sehingga kalaupun seseorang tidak bisa melakukan sholat tersebut di awal waktu, bisa dilakukan di waktu setelahnya.
Sementara menyelamatkan jiwa yang terancam bahaya adalah juga kewajiban. Karena secara sengaja berdiam di tempat yang berbahaya, hukumnya haram. Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, bersabda,
"Tidak boleh melakukan sesuatu yang membahayakan diri sendiri maupun orang lain" (HR. Ahmad, Ibnu Majah)
Sementara menyelamatkan jiwa yang terancam bahaya adalah juga kewajiban. Karena secara sengaja berdiam di tempat yang berbahaya, hukumnya haram. Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, bersabda,
لا ضرر ولا ضرار
"Tidak boleh melakukan sesuatu yang membahayakan diri sendiri maupun orang lain" (HR. Ahmad, Ibnu Majah)
Ketika terjadi gempa, sementara posisi kita sedang sholat, di sana terjadi pertentangan antara maslahat dan mafsadah.
Mempertahankan shalat itu maslahat sehingga jamaah bisa menyelesaikan kewajiban. Namun di sana ada potensi bahaya yang mengancam jiwa karena jika bangunan roboh akibat gempa, bisa mengancam nyawa jamaah.
Mana yang harus didahulukan ?
Kaidah di atas memberiakan jawaban, menghindari potensi bahaya, hendaknya didahulukan dari pada mempertahankan maslahah. Apalagi shalat termasuk kewajiban yang waktunya longgar.
Wajib menyelamatkan nyawa dengan membatalkan shalat
Karena itulah, para ulama menegaskan wajib mendahulukan penyelamatan nyawa daripada shalat wajib. Berikut keterangan tentang hal ini dari ulama :
Keterangan Hasa Bin Ammar Al-Mishri - Ulama Hanafiyah
Penjelasan tentang apa saja yang mewajibkan orang untuk membatalkan shalat dan apa yang membolehkannya. Wajib membatalkan shalat ketika ada orang yang dalam kondisi darurat meminta pertolongan kepada orang yang shalat.
(Nurul Idhah wa Najat al-arwah, hlm.75)
Keterangan al-Izz Bin Abdus Salam (Ulama Syafi'iyah)
Dalam kitabnya Qawaid al-Ahkam, beliau menjelaskan,
Harus mendahulukan upaya penyelamatan orang yang tenggelam dari pada pelaksanaan shalat. Karena menyelamatkan nyawa orang yang tenggelam, lebih afdhal di hadapan Allah SWT dibandingkan shalat. Disamping menggabungkan kedua maslahat ini sangat mungkin, yaitu orang yang tenggelam di selamatkan dahulu, kemudian shalatnya diqadha.
(Qawaid al-Ahkam fi Mashalih al-Anam : 1/66)
Keterangan al-Buhuti (Ulama Hambali)
Wajib menyelamatkan nyawa orang tenggelam atau korban kebakaran sehingga harus membatalkan shalat, baik shalat wajib maupun sunah. Dan yang kami pahami, aturan ini berlaku meski waktunya pendek. Karena shalat tetap bisa dilakukan dengan cara qadha, berbeda dengan menolong orang tenggelam atau semacamnya. Jika dia tidak membatalkan shalatnya untuk menyelamatkan orang yang tenggelam atau korban lainnya, maka dia berdosa meskipun shalatnya sah.
(Kasyaf al-Qi'na,1/380)
Karena itulah, bagi mereka yang sedang sholat jamaah, kemudian terjadi hal yang darurat, termasuk gempa, sikap yang tepat adalah bukan bertahan shalatnya namun segera membatalkan shalatnya. Karena dalam kondisi yang potensi bahaya yang mengancam jiwa dan shalat juga masih bisa dilakukan di waktu selanjutnya (qadha).
Wallahu a'lam bishawab.