Peran Orang Tua dalam Mendidik Generasi Qurani
Perkembangan zaman, ilmu pengetahuan, teknologi dan industri yang begitu cepat telah membuat tantangan hidup semakin berat. Zaman yang kita kenal dengan era 4.0 ini dimulai sejak 2011 ditandai meningkatnya konektivitas dan interaksi antara manusia, mesin, dan sumber daya lainnya yang semakin konvergen melalui teknologi informasi dan komunikasi. Dengan kata lain, ciri khas era 4.0 ini sudah terintegrasi dengan internet (internet of things).
Perubahan zaman pun sangat berpengaruh pada pola perilaku dan akhlak putra-putri kita sebagai generasi penerus umat di masa depan. Hal ini sangatlah logis, karena peristiwa apapun di belahan bumi manapun akan semakin mudah diakses dengan kemajuan teknologi informasi.
Baca : Inilah 14 Kemesraan Nabi Muhammad saw
Pengaruh budaya asing, yang positif maupun yang negatif pun akan dengan mudah masuk dan diserap oleh anak-anak. Maka tak heran jika sebagai orang tua, kita khawatir dengan masa depan generasinya.
Fenomena seperti itu sesungguhnya telah diprediksi oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sekitar 14 abad silam. Karenanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berpesan kepada kita,
“Aku tinggalkan dua perkara yang kalian tidak akan tersesat selama kalian berpegang teguh dengan keduanya yaitu Kitabullah dan Sunnahku”. (HR. Al-Hakim)
Jika merujuk pada sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, para orangtua sesungguhnya tidak perlu khawatir dengan perkembangan serta perubahan zaman yang terjadi. Kekhawatiran ini sebagai perwujudan perhatian orang tua kepada anaknya. Pak Cah dalam bukunya Wonderful Family juga menguatkan bahwa orang tua dalam wonderful family, tidak akan membiarkan anak anaknya terlantar tanpa ada perhatian.
Bentuk perhatian tersebut diantaranya adalah menjadikan putra-putri kita sebagai generasi qurani. Yakni, generasi yang menjadikan Al Quran sebagai pedoman hidup mereka, meyakini kebenaran Al Quran, membaca dan memahaminya dengan benar dan baik, serta mengamalkannya dalam seluruh aspek kehidupan mereka. Generasi inilah yang menjadi idaman bagi umat Islam kapan dan di mana pun mereka hidup dan berada.
Generasi Qurani merupakan impian dan doa setiap orang tua kepada anak-anaknya. Berbagai cara akan mereka tempuh untuk menjadikan anak-anaknya menjadi sholih dan sholihah. Hal ini juga sesuai Dalam buku Attibyan, adab penghafal Al Quran, disampaikan Seseorang seyogyanya menghiasi diri dengan kebaikan kebaikan yang dituntunkan oleh syariat. Sikap dan sifat terpuji lagi diridhoi.
Ada beberapa tips bagi kita sebagai ikhtiyar mendidik putra-putri kita menjadi generasi qurani,
1. Menjadikan Al-Qur’an sebagai pedoman utama
Semua orangtua menghendaki putra-putrinya tumbuh sebagai pribadi yang ber-
akhlaq karimah, tak terkecuali orang tua muslim. Pribadi agung dalam konsep Islam tercermin pada teladan utama muslim yaitu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang menurut Aisyah ra dalam sebuah riwayat Annasai, “akhlaq beliau (Rasulullah saw) adalah Al-Qur’an”. Orangtua, sebagai pendidik awal dalam keluarga memiliki tugas yang cukup kompleks untuk membentuk anak menjadi pemilik karakter yang Qur’ani.
Selalu jadikan Al Quran sebagai panduan utama dalam mendidik anak-anak kita. Al Quran telah terbukti dan teruji sukses sebagai panduan hidup termasuk ke dalamnya panduan dalam mendidik anak, kita bisa menyaksikan bagaimana kisah para sahabat yang sukses dengan dasar Al Quran yang dibina langsung oleh Rasulullah shalallahu alaihi wasallam.
Sebagai contoh, perihal berkata saja, anak kita tanamkan keyakinan bahwa setiap perkataan akan dimintai pertanggungjawaban di hadapan Allah Ta’ala. Hal ini misalnya selaras dengan Firman Allah Ta’ala,
“Sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati, semuanya itu akan dimintai pertanggung-jawaban.” (QS Al-Isra’ : 36).
Perkataan yang baik, tidak ada unsur ejekan, umpatan dsb merupakan ciri orang mulia. Dengan berkata baik anak akan mendapatkan keselamatan. Salaamatul insaan fii hifzhil-lisan, Selamatnya seseorang terletak pada penjagaan lisannya.
2. Mengajarkan Al Quran sebagai pembelajaran utama
Sebelum kita mengajarkan sesuatu maka sebaik-baiknya materi pembelajaran yang mesti kita ajarkan pada anak kita tentu adalah Al Quran. Bermacam cara kita kenalkan dan perdalam kepada anak. Mulai dari menghafal Al Quran, kisah, dan sebagainya.
Proses pendidikan anak dengan Al Quran bisa dimulai semenjak anak masih dalam kandungan dengan memperdengarkan ayat-ayat Al Quran.
Membaca biografi orang-orang hebat dalam sejarah Islam, dari kalangan ulama dan khalifah, kita akan menemukan masa kecil mereka yang begitu dekat dengan Alquran. Para khalifah, mereka memiliki guru khusus yang membimbing mereka tentang Alquran sedangkan para ulama, mereka telah menghafalnya sebelum usia baligh. Bersama Alquran mereka terdidik dan bersama Alquran karakter mereka terbentuk. Tentu saja hal ini tidak terlepas dari peranan orang tua yang mendorong, membimbing, dan mengarahkan anak-anak mereka untuk bersemangat menghafal Alquran.
Belajar dari kisah yang ditranskrip dari program Musafir ma’a Alquran oleh Syaikh Fahd al-Kandari tatkala beliau berkunjung ke Kota Madinah.
“Seorang anak kecil berhasil menghafal Alquran karena peranan dan perhatian kedua orang tuanya, khususnya ibunya. Anak tersebut bernama Jihad al-Malki tinggal di Kota Madinah, Arab Saudi. Jihad berhasil menghafalkan 30 juz Alquran saat berusia tujuh tahun. Sang ibu sering membacakan Alquran kepada Jihad saat ia berada di dalam kandungan hingga ia menginjak usia 5 tahun”
Dan banyak kisah inspiratif lainnya yang menguatkan orang tua untuk mengajarkan Al Quran kepada anak semenjak dini, bahkan sejak masih dalam kandungan.
Luruskan niat saat mengajarkan Al Quran pada anak, tujuan kita mengajarkan Al Quran pada anak tidak untuk membuat anak terlihat lebih hebat, anak memenangkan berbagai macam perlombaan atau ia mudah diterima di sekolah maupun pekerjaan saat telah dewasa kelak.
Akan tetapi tujuan kita mengajarkan anak Al Quran adalah agar anak memiliki panduan hidup yang akan menjadi petunjuk baginya dalam mengarungi setiap alur kehidupan ini agar ia selamat di dunia dan tentu selamat juga di akhirat kelak.
3. Menjadi teladan bagi anak
Syaikh Musthafa Masyur dalam Urgensi Al-Qudwah di Jalan Dakwah, menuliskan bahwa Masyarakat itu ibarat tubuh, dimana pengaruh keteladanan dan meniru, baik dalam hal negatif atau positif, atau dalam hal kelemahan dan kekuatan, itu menjalar di dalamnya.
Sebaik-baiknya panutan kita dalam mendidik anak tentu Rasulullah shalallahu alaihi wasallam, karena dari pola pendidikan Rasulullah shalallahu alaihi wasallam terbukti lahir generasi-generasi berkualitas lintas usia.
Namun anak kita akan mudah mengerti dan mengikuti dengan contoh nyata (langsung dilihat dan ditemukan dalam kehidupan mereka). Maka sebagai orang tua kita harus menjadi model, contoh, teladan nyata bagi anak kita.
Sebuah agagium mengatakan buah jatuh tidak jauh dari pohonnya, yang berarti seorang anak mirip dengan orang tuanya. Mirip disini adalah perilaku anak merupakan cerminan perilaku orang tua.
Sebagai contoh Dr. Kamil dan dr. Rasya menunjukkan keseriusan mereka dan kebenaran tekad mereka untuk menjadikan anaknya penghafal Al-Qur’an, dengan mulai menghafal sedikit demi sedikit. Jadi sejak bayi, surat Tabarak sudah mendapatkan suasana menghafal Al-Qur’an di rumahnya. Ayah ibunya menjadi contoh teladan dalam hal ini. Siang dan malam ia menyaksikan kondisi itu, yaitu saat-saat yang mengesankan ketika ibunya khusyu dalam tilawah dan ayahnya tenggelam dalam murajaah. Di usia tiga tahun, kondisi kejiwaannya sudah siap. Maka mulailah ia menghafal dan ternyata pencapaian hafalannya sangat cepat dan mengejutkan. Maasyaa Allah wa Tabarakallah wa Ta’al.
Tentulah ada taufiq Allah untuk keluarga qurani seperti ini. Tapi yang jelas, dari sisi manusiawi, semua capaian tidak terjadi dengan tiba tiba. Semua perlu proses yang tidak sederhana namun membutuhkan jiddiyah dan pengorbanan.
4. Menyekolahkan anak di lembaga pendidikan yang berlandaskan Al Quran dan Sunnah
Lingkungan yang Islami akan menjadi salah satu faktor terbentuknya generasi Qurani. Salah satunya adalah memberikan pendidikan di lembaga pendidikan formal, non formal yang mengutamakan Al Quran dan sunnah.
Dengan dibimbing langsung oleh guru-guru yang menjunjung tinggi Al Quran, akan menjaga anak dari pengaruh kehidupan luar yang penuh dengan kemungkaran, sehingga sang anak akan lebih fokus mempelajari dan menghafalkan ilmu Al Quran dan otomatis akan membentuk karakter yang kuat dan mandiri sesuai Al Quran dan Sunnah sebagai bekal menyongsong masa depannya.
Sebagai contoh menyekolahkan anak di ESLUHAQU, trand mark akronim SDIT Luqman Al-Hakim 2 Miliran yang menjadikan Al Quran sebagai spirit utama dalam sistem pendidikan, Mulai dengan alokasi waktu pelajaran Al Quran sampai 20 jam perpekan, capaian hafalannya harus terpenuhi minimal 10 juz, dan beberapa realisasi nilai-nilai Al Quran bagi peserta didiknya.
Berbagai ikhtiyar di atas adalah cara kita menjemput nasib mulia sebagai orang tua maupun bagi anak-anak tercinta menjadi ahlul Quran yang pernah disebutkan dalam sebuah riwayat dari Anas bin Malik radhiallahu anhu, ia berkata, bahwa Rasulullah sallallahu alaihi wa sallam bersabda,
“Sesungguhnya Allah mempunyai keluarga di antara manusia, para sahabat bertanya, “Siapakah mereka ya Rasulullah?” Rasul menjawab, “Para ahli Al Qur’an. Merekalah keluarga Allah dan hamba pilihanNya.” (HR. Ahmad dan Ibnu Majah)
Apakah yang dimaksud dengan keluarga Allah dan hamba pilihan-Nya? Imam Al-Manawi rahimahullah menjelaskan, “Maksudnya adalah para penghafal Al-Qur’an yang mengamalkannya, mereka itu adalah kekasih Allah yang dikhususkan dari kalangan manusia. Mereka dinamakan seperti itu sebagai bentuk penghormatan kepada mereka seperti penamaan Baitullah (rumah Allah)”.
Semoga kita dan keluarga kita menjadi ahlu Al Quran, Aamiin. Wallahu a’lam bishawab.
________________________
*)Abidhanie