Hadits Jibril (Iman-Islam-Ihsan)
Islam itu ada tiga
derajat/tingkatannya. Yaitu Islam yang merupakan agama Allah Subhanahu wa
Ta’ala ternyata bukan satu tingkatan, akan tetapi bertingkat-tingkat. Dan
secara khusus yaitu tiga tingkatan. Adapun tiga tingkatan Islam tersebut
adalah:
1. Derajat Islam,
2. Derajat Iman,
3. Derajat Ihsan.
Inilah tingkatan-tingkatan agama. Dan
yang paling tinggi dari tingkatan-tingkatan tersebut adalah derajat al-ihsan, setelah
itu di bawahnya adalah derajat iman,
kemudian yang di bawahnya adalah derajat Islam. Dan tidak lagi derajat di bawah
Islam, karena cuma tiga; ihsan paling tinggi, kemudian iman di tengah, yang
terakhir Islam, setelah Islam tidak ada derajat lagi, yaitu kekufuran. inilah
derajat-derajat agama.
Oleh karenanya di antara perkara yang
bermanfaat bagi seorang muslim, yaitu seorang berusaha untuk mengetahui
tingkatan-tingkatan agama dan berusaha untuk mengetahui apa hakikat dari
masing-masing tingkatan. Apa sih maknanya ihsan? Apa sih maksudnya derajat
iman? Apa sih maksudnya derajat Islam? Kalau dia sudah tahu tingkatan tersebut,
dia tahu hakikat iman, dia tahu hakikat ihsan, maka dia akan berusaha,
bermujahadah, minta pertolongan dari Allah Subhanahu wa Ta’ala agar Allah bisa membuat
dia sampai pada derajat yang semakin tinggi. Sebagaimana dalam doa, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa
Sallam berdoa:
وَاجعَل الْحَيَاة زِيَادَة لي فِي كل خير
“Ya Allah jadikanlah kehidupan ini
adalah tambahan pada kebaikan.” (HR. Bukhari)
Jadi kita minta tambahan kebaikan dan
minta kepada Allah agar bisa naik derajat kita, bukan pada derajat Islam saja,
tapi naik kepada derajat iman dna kalau bisa pada derajat ihsan. Maka kita
harus tahu agama Islam ada tiga tingkatan; yaitu Islam, iman dan ihsan.
Kalau kita ingin tahu tentang hakikat
setiap tingkatan, siap derajat, apa perbedaan antara satu dengan yang lainnya,
maka hendaknya kita membaca hadits Jibril ‘Alaihis Salam yang masyhur yang
diriwayatkan oleh sahabat yang mulia ‘Umar bin Khattab Radhiyallahu ‘Anhu. Kata
beliau:
بَيْنَمَا نَحْنُ جُلُوْسٌ عِنْدَ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّم ذَاتَ يَوْمٍ إِذْ طَلَعَ عَلَيْنَا رَجُلٌ شَدِيْدُ بَيَاضِ الثِّيَابِ
شَدِيْدُ سَوَادِ الشَّعْرِ
“Tatkala kami sedang duduk-duduk dengan
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, tiba-tiba muncul seorang lelaki yang
pakaiannya sangat putih dan rambutnya sangat hitam.”
لاَ يُرَى عَلَيْهِ أَثَرُ السَّفَرِ وَلاَ يَعْرِفُهُ مِنَّا أَحَدٌ
“Orang ini tidak kelihatan bekas
safarnya, tetapi anehnya tidak ada di antara kita yang mengenalnya,” bukan
orang musafir tapi kok tidak ada yang mengenal di antara kita.
حَتَّى جَلَسَ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم, فأَسْنَدَ
رُكْبَتَيْهِ إِلَى رُكْبَتَيْهِ, وَوَضَعَ كَفَّيْهِ عَلَى فَخِذَيْهِ
“Sampai akhirnya orang ini pun duduk di
hadapan Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam lantas menyandarkan dua lututnya
kepada dua lutut Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, lalu dia meletakkan dua
telapak tangannya di atas dua pahanya.”
وَ قَالَ : يَا مُحَمَّدُ أَخْبِرْنِيْ عَنِ الإِسْلاَمِ
“Lalu dia berkata: ‘Ya Muhammad,
kabarkanlah kepadaku tentang Islam,” ini tentang derajat yang pertama.
Apa kata Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa
Sallam?
اَلإِسْلاَمُ أَنْ تَشْهَدَ أَنْ لاَإِ لَهَ إِلاَّ اللهُ وَ أَنَّ
مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ, وَتُقِيْمُ الصَّلاَةَ, وَتُؤْتِيَ الزَّكَاةَ,
وَتَصُوْمَ رَمَضَانَ, وَتَحُجَّ الْبَيْتَ إِنِ اسْتَطَعْتَ إِلَيْهِ سَبِيْلاً
“Islam yaitu engkau bersaksi bahwasanya
tidak ada yang berhak disembah kecuali Allah dan bahwasanya Muhammad adalah
utusan Allah, engkau menegakkan shalat,
engkau menunaikan zakat,
engkau berpuasa di bulan Ramadhan,
dan engkau berhaji ke
Baitulullah kalau engkau mampu.”
Kemudian kata penanya ini:
صَدَقْتُ
“Engkau benar.”
‘Umar berkata:
فَعَجِبْنَا لَهُ يَسْئَلُهُ وَيُصَدِّقُهُ.
“Kami heran dengan orang ini, orang ini
bertanya kepada Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan waktu Nabi jawab, kata
dia benar,” Kau bertanya malah membenarkan, ‘Umar heran.
Kemudian dia bertanya lagi:
فَأَخْبِرْنِيْ عَنِ الإِيْمَانِ
“Ya Muhammad, kabarkanlah kepadaku
tentang iman.”
Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam
menjawab:
أَنْ تُؤْمِنَ بِاللهِ، وَمَلَائِكَتِهِ، وَكُتُبِهِ، وَرُسُلِهِ،
وَالْيَوْمِ الْآخِرِ، وَتُؤْمِنَ بِالْقَدَرِ خَيْرِهِ وَشَرِّهِ
“Iman adalah engkau beriman kepada
Allah, kepada malaikat-malaikatNya, kepada kitab-kitabNya, kepada
Rasul-RasulNya, kepada hari akhirat, dan kau beriman kepada takdir yang baik
maupun takdir yang buruk.”
Orang ini berkata lagi:
صَدَقْتُ
“Engkau benar.”
Dia bertanya lagi:
فَأَخْبِرْنِيْ عَنِ الإِحْسَانِ
“Kabarkanlah kepadaku tentang ihsan.”
Tadi sudah Islam, kemudian iman, dan
sekarang derajat yang paling tinggi, yaitu ihsan. Apa kata Nabi Shallallahu
‘Alaihi wa Sallam?
أَنْ تَعْبُدَ اللهَ كَأَنَّكَ تَرَاهُ فَإِنْ لَمْ تَكُنْ تَرَاهُ
فَإِنَّهُ يَرَاكَ
“Engkau beribadah kepada Allah
seakan-akan kau melihatnya, jika kau tidak bisa melihat Allah yakinlah Allah
melihatmu.”
Dia berkata:
صَدَقْتُ
“Engkau benar.”
Kemudian dia bertanya lagi:
فَأَخْبِرْنِيْ عَنِ السَّاعَةِ
“Kabarkanlah kepadaku tentang hari
kiamat.”
Nabi mengatakan:
مَا الْمَسْؤُوْلُ عَنْهَا بِأَعْلَمَ مِنَ السَّائِلِ.
“Yang ditanya tidak lebih tahu daripada
yang bertanya.”
Kemudian dia bertanya lagi:
فَأَخْبِرْنِيْ عَنْ أَمَارَاتِهَا
“Kabarkanlah kepadaku tentang
tanda-tanda hari kiamat.”
Maka Nabi mengatakan:
أَنْ تَلِدَ الأَمَةُ رَبَّتَهَا, وَأَنْ تَرَى الْحُفَاةَ الْعُرَاةَ
الْعَالَةَ رِعَاءَ الشَّاءِ يَتَطَاوَلُوْنَ فِيْ الْبُنْيَانِ
“Seorang budak wanita melahirkan
tuannya, engkau akan melihat ada orang-orang yang tidak beralas kaki, tidak
berpakaian, orang miskin, para penggembala kambing tiba-tiba mereka
berlomba-lomba meninggaikan bangunan,”
ثم اَنْطَلَقَ, فَلَبِثْتُ مَلِيًّا
“Kemudian orang yang bertanya ini
pergi. Aku pun diam sejenak.”
Kemudian Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi
wa Sallam bertanya:
يَا عُمَرُ, أَتَدْرِيْ مَنِ السَّائِل؟
“Wahai ‘Umar, tahukah engkau siapa
lelaki yang bertanya tadi?”
‘Umar mengatakan:
اللهُ وَ رَسُوْلُهُ أَعْلَمُ
“Allah dan RasulNya lebih mengetahui.”
Maka Nabi berkata:
فَإِنَّهُ جِبْرِيْلُ أَتَاكُمْ يُعَلِّمُكُمْ دِيْنَكُمْ
“Dia adalah Jibril, dia datang kepada
kalian untuk mengajarkan kepada kalian agama kalian.” (HR. Muslim)
Saudaraku yang dirahmati Allah
Subhanahu wa Ta’ala, dalam hadits ini Malaikat Jibril ‘Alaihis Salam datang
untuk mengajari para sahabat. Namun beliau datang seakan-akan sedang bertanya
tentang agama mereka.
Perhatikan di sini, di akhir hadits ini
Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengatakan: “Tadi yang datang itu adalah
Jibril, dia mengajarkan kepada kalian agama kalian.” Yaitu agar kita bisa
mengambil faedah yang sangat besar. Karena pembahasan kita adalah tentang agama
ini ada tiga tingkatannya dan Jibril dikatakan oleh Nabi mengajari agama kita.
Berarti dalam hadits ini dijelaskan agama ada tiga tingkatan.
Hadits Jibril merupakan ummu sunnah
Yang pertama adalah Islam yang telah
dijelaskan oleh Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dengan rukun Islamnya.
Kemudian yang kedua adalah al-iman, Rasulullah Shallallahu
‘Alaihi wa Sallam juga telah menjelaskan dengan rukun imannya. Kemudian
al-ihsan -derajat yang paling tinggi- dan juga telah dijelaskan oleh Nabi
Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Kalau begitu, agama kita ini telah dijelaskan
dalam hadits ini.
Oleh karenanya hadits ini dipandang
sebagai hadits yang paling lengkap, hadits yang paling komprehensif dalam
menjelaskan tentang agama. Sampai-sampai sebagian ulama menamakan hadits ini
dengan hadits Ummu Sunnah (induknya hadits-hadits Nabi).
Seperti kita tahu Al-Fatihah dinamakan Nabi dengan Ummul Qur’an (induknya
Al-Qur’an). Kenapa? Kita tentu tahu Al-Fatihah dinamakan dengan induknya
Al-Qur’an karena Al-Fatihah itu mencakup seluruh ilmu Al-Qur’an. Artinya
seluruh penjelasan Al-Qur’an itu sebenarnya sudah dijelaskan dalam Al-Fatihah
secara mujmal (global). Adapun perinciannya adalah dalam
surat-surat yang lainnya.
Oleh karenanya Al-Fatihah itu
penjelasan global tentang seluruh isi dari pada Al-Qur’an, makanya dinamakan
dengan induknya Al-Qur’an. Demikian juga hadits Jibril yang masyhur yang sedang
kita bahas ini. Hadits Jibril ini sebenarnya adalah penjelasan global dari
seluruh sunnah-sunnah Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, dari seluruh
syariat-syariat Islam, dari seluruh tingkatan-tingkatan agama. Semuanya telah
dikumpulkan dalam hadits yang sangat agung ini.
Oleh karenanya sebagian ulama menamakan
hadits Jibril dengan ummu sunnah (induknya as-sunnah). Dan
banyak ulama menasihatkan kepada kita agar kita bisa menghafal hadits ini,
bukan cuma para penuntut ilmu,
bahkan orang-orang awam hendaknya berusaha menghafal hadits ini. Kalau ada seorang
di antara kita tidak kuat menghafal karena hafalannya lemah, ulangi 20 kali, 30
kali, 40 kali, insyaAllah dihafal. Kalau dia sudah ulangi 40 kali,
meskipun dia tidak hafal paling tidak dia sudah tahu global tentang isi dari
pada hadits tersebut.
Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam
telah menjelaskan bahwasanya hadits Jibril adalah hadits yang sangat agung. Dan
dalam hadits tersebut Jibril ‘Alaihis Salam telah menjelaskan tentang
tingkatan-tingkatan agama Islam. Yaitu tiga tingkatan; Islam, kemudian yang
lebih tinggi adalah iman, kemudian tingginya lagi adalah ihsan.
Penjelasan tingkatan
Islam
Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam
tatkala menjelaskan tentang Islam (tingkatan yang pertama kali), Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menjelaskan rukun Islam, yaitu
perkataan-perkataan beliau:
1. Bersaksi bahwasanya tidak ada yang berhak disembah
kecuali Allah dan bahwasanya Muhammad adalah utusan Allah,
2. menegakkan shalat,
3. menunaikan zakat,
4. berpuasa di bulan Ramadhan,
5. dan engkau berhaji ke Baitulullah kalau engkau
mampu.
Maka Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam
ketika menjelaskan Islam, beliau menyebutkan pokok yang dibangun di atasnya
Islam, yaitu tauhid,
ini yang pertama kali. Makanya pertama kali ketika Rasulullah Shallallahu
‘Alaihi wa Sallam mengatakan Islam yaitu “Engkau bersaksi bahwasanya tidak ada
yang berhak disembah kecuali Allah Subhanahu wa Ta’ala.”
Setelah beliau menyebutkna tentang
syahadat Laa Illaha Illallah, beliau menyebutkan syahadat Rasul, yaitu persaksian
bahwasanya Muhamad adalah utusan Allah Subhanahu wa Ta’ala, megakui kerasulan
Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Artinya adalah ketaatan. Kalau kita
mengakui Rasul adalah utusan Allah, maka kita harus taat kepada Rasul tersebut.
Kata Allah:
وَمَا أَرْسَلْنَا مِنْ رَسُولٍ إِلَّا لِيُطَاعَ بِإِذْنِ اللَّهِ
“Dan tidaklah Kami mengutus seorang
Rasul kecuali untuk ditaati.” (QS. An-Nisa'[4]: 64)
Jadi Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa
Sallam menjelaskan tentang Islam dan disebutkan terlebih dahulu tentang syahadatain. Setelah
itu baru kemudian Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menyebutkan tentang
syariat-syariat Islam lainnya yang sangat agung, seperti shalat, zakat, puasa
dan haji.
Oleh karenanya di sini kita tahu
bahwasanya Islam adalah menyerahkan diri
kepada Allah dengan mentauhidkanNya. Dan ini juga maknanya adalah taat
kepada perintah Allah dan perintah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam,
itulah Islam dan istislam, yaitu mentauhidkan Allah dan taat
kepada perintah-perintahNya dan perintah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa
Sallam. Dan kita tahu bahwasanya perkara yang paling diperintahkan dalam agama
ini adalah perkara-perkara yang disebutkan dalam (tingkatan) Islam, yaitu rukun
Islam ini, ini adalah perkara-perkara yang paling diperintahkan dalam agama.
Oleh karenanya dalam hadits yang lain,
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam pernah bersabda:
بُنِيَ الإِسْلاَمُ عَلَى خَمْسٍ : شَهَادَةِ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلَّا
اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ ، وَإِقَامِ الصَّلاَةِ ، وَإِيتَاءِ
الزَّكَاةِ ، وَصَوْمِ رَمَضَانَ ، وَالحَجِّ ،
“Sesungguhnya Islam dibangun di atas
lima perkara; Syahadat Laa Ilaaha Illallah Muhammadar Rasulullah, menegakkan
shalat, membayar zakat, puasa bulan Ramadhan, dan berhaji.”
Maka Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa
Sallam menjadikan lima perkara ini sebagai bangunan bagi Islam. Artinya
lima perkara ini merupakan pondasi, tiang-tiang utama yang dibangun di atas
tiang-tiang tersebut agama Islam. Inilah tafsir dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi
wa Sallam tentang Islam. Dimana Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menafsirkan Islam dengan syariat-syariat
yang dhahirah (nampak). wallahu a'lam